Jakarta | detiKnews – Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej baru-baru ini mengatakan pasal penghinaan presiden dalam KUHP tidak semata-mata diterapkan untuk melindungi Presiden Jokowi. Ia mengatakan, pasal tersebut diterapkan untuk menjaga martabat presiden secara umum.
“Ini bukan hanya untuk Joko Widodo, ini untuk harga diri presiden. Kalau kita bicara aspek filosofis hukum pidana, ini untuk melindungi kepentingan”, ujarnya saat acara Kumham Goes to Campus di Sunan Gunung Djati State. Universitas Islam (UIN) Bandung pada Rabu, 5 April 2023.
Eddy Hiariej menjelaskan, bahwa kepentingan yang dilindungi adalah kepentingan negara, masyarakat, dan individu, termasuk nyawa, keamanan, dan martabatnya. Lebih lanjut dikatakannya bahwa ketika kita berbicara tentang negara, bukan hanya tentang keamanan nasional, tetapi juga tentang martabat dan martabatnya. Dalam konteks pasal penyerangan terhadap hak dan martabat presiden, tujuannya adalah untuk melindungi wibawa kepala negara.
Pasal tersebut diatur dalam Pasal 218 ayat (1) KUHP yang berbunyi, โBarangsiapa di muka umum menyerang kehormatan atau martabat Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan. atau denda sampai dengan kategori IV”.
Eddy mengaku saat ditelepon Presiden Jokowi juga sempat ditanya soal pasal menghina presiden. Eddy kemudian mengulangi pernyataan Jokowi bahwa dihina tidak apa-apa. Namun, dia menjelaskan, hal itu bukan hanya untuk melindungi Jokowi, melainkan untuk martabat presiden secara umum.
Eddy yang sedang berbincang dengan mahasiswa mengatakan bahwa semua mahasiswa harus memiliki pandangan yang sama terhadap KUHP yang baru.
“Mengapa kita perlu mensosialisasikannya kepada mahasiswa? Karena mahasiswa adalah agen perubahan, agen perubahan. Semua mahasiswa harus memiliki pandangan yang sama terhadap KUHP ini”, ujarnya.
Pasal menghina Presiden sebelumnya pernah ditolak oleh Koalisi Masyarakat Sipil saat masih dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) bahkan meminta pasal itu dihapus. Mereka berpendapat bahwa Pasal 218-220 tentang menyerang kehormatan atau martabat Presiden dan Wakil Presiden sama dengan Pasal 134 dan 137 KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden.(Arf)