Jakarta | portaldesa.co.id – Dalam era perubahan yang terjadi di Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja menjadi perhatian banyak pihak. Aturan pengupahan terbaru yang tercantum dalam undang-undang tersebut telah mendapat apresiasi dari seorang pakar ketenagakerjaan ternama, Profesor Tadjuddin Noer Effendi dari Universitas Gadjah Mada. Menurutnya, peraturan tersebut akan memberikan dampak positif terhadap sistem pengupahan di Indonesia dan meningkatkan kesehatan tenaga kerja secara keseluruhan, selasa (23/05/2023).
Dalam sebuah podcast yang diselenggarakan bersama total politik pada tanggal 17 Mei, Profesor Tadjuddin menjelaskan bahwa aturan terbaru ini menegaskan penggunaan upah minimum untuk pekerja yang telah bekerja kurang dari 1 tahun. Namun, bagi pegawai yang telah bekerja selama lebih dari 1 tahun, nilai upahnya akan dihitung berdasarkan skala upah yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti kompetensi dan pengalaman kerja. Menurut Tadjuddin, pendekatan ini jauh lebih baik daripada skema upah minimum yang sama bagi semua pekerja.
Lebih lanjut, Tadjuddin berpendapat bahwa penggunaan skala upah untuk menghitung gaji memberikan keadilan kepada para pekerja. Pekerja dengan kompetensi tinggi dan pengalaman kerja yang kaya berhak menerima upah yang lebih besar daripada pekerja dengan kemampuan yang lebih rendah. Hal ini memberikan insentif bagi pekerja untuk terus meningkatkan keterampilan dan berkontribusi secara lebih efektif di tempat kerja.
“Orang pintar yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang beragam harus menerima gaji yang sesuai dengan skala upah. Kita harus waspada dan terus memantau apakah UU Cipta Kerja ini benar-benar mengimplementasikan skala upah. Saat ini, upah minimum hanya berlaku untuk pekerja di bawah 1 tahun, setelah itu, harus ada skala upah yang sesuai dengan pengalaman, kompetensi, dan faktor-faktor lainnya,” papar Tadjuddin.
Selain itu, Tadjuddin juga menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja. Terdapat beberapa jaminan sosial yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja, seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Asuransi, dan beberapa jaminan lainnya. Melalui ketentuan ini, perlindungan bagi pekerja diharapkan semakin terjamin.
Namun, Tadjuddin juga menekankan pentingnya konsistensi dalam implementasi UU Cipta Kerja. Baginya, aturan yang sudah baik tidak akan memberikan manfaat maksimal jika tidak diawasi dengan ketat. Pelanggaran terhadap aturan dalam undang-undang ini harus ditindak tegas.
“Saya khawatir mengenai implementasinya. Ketika tidak ada pengawasan, bagaimanapun undang-undang yang bagus secara tulisan, akan menjadi tidak efektif. Kemudian, akan muncul berbagai pelanggaran di lapangan dan berujung pada kontroversi. Saya berharap bahwa tim Satgas UU Cipta Kerja, terutama dalam hal pengawasan terkait upah dan perjanjian kerja, dapat benar-benar melakukan tugasnya. Jika tidak, maka UU ini tidak akan memiliki nilai yang signifikan,” tegas Tadjuddin.
Dalam kesimpulannya, perubahan aturan pengupahan dalam UU Cipta Kerja diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi sistem pengupahan di Indonesia. Pendekatan yang lebih adil melalui penggunaan skala upah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kompetensi dan pengalaman kerja para pekerja. Namun, keberhasilan implementasi aturan ini sangat tergantung pada pengawasan yang ketat dan konsistensi dari pemerintah dalam mengawasi pelaksanaannya. (RZ)