Depok | portaldesa.co.id – Konflik lahan melibatkan ahli waris tanah Kampung Bojong-Bojong Malaka, yang mengklaim tanahnya digunakan oleh Kementerian Agama RI untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Kota Depok terus berlanjut dan bahkan makin memanas.
Pasalnya, dalam waktu dekat ini , para ahli waris Kampung Bojong-Bojong Malaka akan turun ke lokasi untuk menghentikan semua kegiatan PSN UIII dan mengusir mereka yang berada di atas tanah tersebut. Hal itu disampaiakan oleh Ketua LSM Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT), Yoyo Effendi, yang merupakan kuasa ahli waris pemilik tanah Kampung Bojong-Bojong Malaka, Sabtu (23/09/2023)

” Jika pemerintah tidak merespons tuntutan kami, kami akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan karena para ahli waris adalah pemilik sah lahan PSN UIII yang hingga saat ini belum menerima ganti rugi, dan dalam waktu dekat ini kami akan turun ke lokasi untuk menghentikan semua kegiatan PSN UIII dan mengusir mereka yang berada di atas tanah kami, ” tegas Yoyo.
“Mungkin kami akan melakukan hal sama yang di lakukan warga Pulau Rempang,” tambahnya.
Lebih cermat Yoyo mengungkapkan bahwa turunnya aksi ke lapangan untuk menduduki lahan dipicu oleh tuduhan bahwa para ahli waris lahan Bojong-Bojong Malaka bukan pemilik sah karena mereka tidak menguasai fisik tanah tersebut.
“Melalui aksi tersebut kami akan menjawab tuduhan pihak Kemenag dan UIII yang selalu mengatakan bahwa kami bukanlah pemilik tanah tersebut dengan alasanย kami tidak menguasai fisik tersebut,” tutur Yoyo.
Padahal, lanjutnya, pihak kami tidak menguasai lahan karena kami memang di larang oleh pihak Kemenag dan UIII, jadi sangat jelas alasan pihak Kemenag dan UIII hanya alasan yang di cari-cari dan mengada-ada.
” Kami dilarang menguasai fisik tanah tersebut, itu sebenarnya adalah tindakan pihak Kementerian Agama dan UIII yang tidak mengakui hak kepemilikan kami,” tandas Yoyo.
Yoyo Effendi jugaย menegaskan bahwa rencana pengambil alihan tanah PSN UIII telah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo dan instansi terkait, termasuk aparat kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia. Pihaknya ingin agar pemerintah memahami bahwa tindakan mereka adalah respons dari rakyat yang merasa tertindas oleh pejabat pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan demi merampas tanah rakyat secara ilegal.
Sebagai informasi tambahan, Yoyo Effendi adalah inisiator sistem pencoblosan dengan KTP dan KK saat ia menjabat sebagai Komisioner KPU Depok periode 2008-2013.
Dia menjelaskan bahwa jika pemerintah tidak mau membayar ganti rugi pelaksanaan PSN UIII, mereka akan menggunakan kembali tanah tersebut sebagai lahan pertanian dan membangun rumah seperti yang mereka lakukan sebelumnya.
“Kami akan cangkul kembali tanah kami tersebut sebagai lahan pertanian seperti dahulu.Kami akan bangun rumah di sini sebagaimana dahulu kami punya rumah di sini,” ucap Yoyo menjelaskan rencana penggunaan tanah tersebut setelah pihaknya berhasil menguasai kembali lahan itu.
Yoyo Effendi menekankan bahwa semua konflik ini bisa dihindari jika pemerintah, terutama Kementerian Agama RI, UIII, dan Kementerian ATR/BPN RI, mau jujur mengakui hak kepemilikan masyarakat Kampung Bojong-Bojong Malaka atas tanah tersebut.
Bukti-bukti yang sah dan valid telah disajikan di pengadilan, dan meskipun perkara tersebut belum selesai, pihak penggugat yakin bahwa hak mereka sudah terbukti. Namun, pemerintah menolak mengakui pemilik tanah ini dengan alasan bahwa mereka tidak menguasai fisik tanah, padahal hal tersebut terjadi karena mereka telah diusir secara paksa oleh pihak yang merampas tanah mereka dengan melanggar hukum, tutupnya. (Edh)