Surabaya | portaldesa.co.id – Film “Budi Pekerti” karya sutradara Wregas Bhanuteja telah meraih 17 nominasi Piala Citra Festival Film Indonesia dan akhirnya ditayangkan di bioskop Indonesia mulai 2 November 2023.
Sebelumnya, film ini telah mendapatkan perhatian di berbagai festival internasional, seperti Toronto International Film Festival (TIFF) di Kanada, SXSW Sydney 2023 Screen Festival, dan Jakarta Film Week 2023. Film produksi Rekata Studio dan Kaninga Pictures ini, yang dibintangi oleh Sha Ine Febriyanti, Dwi Sasono, dan Angga Yunanda, juga telah menggelar beberapa nobar di berbagai kota, termasuk Surabaya.
Pada nobar pertama di Surabaya, yang diselenggarakan di Bioskop CGV Cinemas Marvell City, PT Gramedia Edukasi Nusantara, anak perusahaan Gramedia, turut hadir, Direktur Utama Irwan Sukma mengungkapkan bahwa acara tersebut adalah langkah awal mereka untuk lebih eksis di dunia pendidikan. Bulan November yang juga merupakan Hari Guru menjadi momen yang tepat untuk mengapresiasi guru-guru. Film “Budi Pekerti” sendiri hadir sebagai bentuk penghargaan kepada guru dan menunjukkan pentingnya pembentukan karakter yang kuat dalam pendidikan.
Pada acara nobar tersebut, berbagai tokoh dan perwakilan dari berbagai lembaga juga hadir. Ning Lia, seorang aktivis perempuan yang telah sering mendapatkan penghargaan atas aktivitas sosialnya di Jawa Timur, memberikan kesan dan pesan dari film tersebut.
Ia menjelaskan bahwa film “Budi Pekerti” merupakan contoh nyata tentang pembentukan karakter yang baik, terutama dalam hal resiliensi diri. Resiliensi ini mencakup kemampuan untuk bangkit dari masalah dengan tetap menjaga keoptimisan. Film ini juga mengangkat isu penting mengenai penggunaan sosial media yang bijak.
Ning Lia berbicara tentang dampak negatif yang muncul ketika sosial media digunakan secara tidak bijak. Terlalu fokus pada viralitas dan keuntungan pribadi bisa menyebabkan dampak negatif bagi orang lain.
Ia mencontohkan kasus dalam film di mana seorang guru, Bu Prani, menjadi bahan konten negatif tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Hal ini mengakibatkan perundungan terhadapnya dan bahkan menimbulkan kritik terhadap metode pendidikan yang ia terapkan.
Lebih lanjut, Ning Lia menekankan pentingnya pendidikan budi pekerti dalam masyarakat. Budi pekerti melibatkan penghargaan terhadap hak dan kewajiban orang lain, serta menanamkan sikap yang mencintai perdamaian. Ia juga menyoroti bahwa kesalahan yang diciptakan melalui sosial media dapat berdampak negatif pada orang lain dan bahkan menyebabkan perdebatan yang tidak produktif.
Dalam akhir cerita “Budi Pekerti”, pesan yang disampaikan adalah “back to family,” menggarisbawahi pentingnya keluarga dalam mendukung individu saat menghadapi masalah. Meskipun terdapat perselisihan, keluarga tetap bersatu dan memberikan dukungan yang kuat satu sama lain.
Film “Budi Pekerti” sendiri mengisahkan Bu Prani, seorang guru BK yang terlibat dalam konflik dengan pengunjung pasar yang direkam dan diunggah ke sosial media. Perilaku Bu Prani yang dianggap tidak pantas seorang guru menjadi sorotan negatif di media sosial, membawa dampak buruk pada dirinya dan keluarganya. Melalui kisah ini, film mengingatkan kita akan pentingnya mempertahankan nilai-nilai positif dalam dunia pendidikan dan berperilaku bijak dalam penggunaan sosial media. (Okik)