Depok | portaldesa.co.id – Pasca Ketua Umum LMP, H. Adek Erfil Manurung, mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada Kementerian Agama terkait legalitas lahan pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), tiba-tiba Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok mengeluarkan surat peringatan pertama. Surat yang diterbitkan pada 21 Februari 2025 itu meminta LMP segera mengosongkan lahan dalam waktu tiga hari.
Kedatangan petugas Satpol PP Kota Depok pada Sabtu (22/2/2025) untuk menyerahkan surat peringatan ini menimbulkan reaksi keras dari jajaran LMP. Mereka mempertanyakan dasar hukum serta prosedur administrasi yang diterapkan dalam keputusan mendadak tersebut.
Ketua Marcab LMP Kota Depok, Suherman Bahar, yang didampingi oleh Wakil Sekretaris Friska Panjaitan, dan juga selaku Kuasa dari ahli Waris Yohana De Mayers mengungkapkan keheranannya terkait mekanisme penyampaian surat tersebut. Ia menyoroti fakta bahwa surat bertanggal 21 Februari 2025 baru diterima pada Sabtu, 22 Februari 2025, yang merupakan hari libur.
“Seharusnya instansi pemerintah melayangkan surat di hari kerja, bukan di hari libur. Ini ada apa?” ujar Suherman dengan nada penuh tanya, Senin (24/02/2025)
Selain itu, Suherman menekankan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Agama untuk meminta kejelasan status lahan UIII. Surat tersebut juga telah ditembuskan kepada Presiden RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wali Kota Depok, serta Polres Depok. Namun, alih-alih mendapatkan jawaban, mereka justru menerima surat peringatan pengosongan lahan.
Lebih lanjut, Suherman menduga bahwa pengosongan lahan ini merupakan bentuk tekanan dari pihak UIII yang memanfaatkan aparat Satpol PP. Dugaan ini semakin kuat setelah pihaknya mendatangi kantor Satpol PP untuk meminta klarifikasi.
“Salah satu staf mengatakan bahwa mereka tidak mengutus petugas di hari libur. Jika demikian, siapa yang menginstruksikan petugas lapangan untuk datang membawa surat itu?” ungkapnya penuh curiga.
Menurutnya, tindakan ini bukan hanya menunjukkan ketidaksinkronan antarinstansi, tetapi juga indikasi adanya strategi tertentu untuk menekan pihaknya agar segera meninggalkan lahan yang masih dalam sengketa hukum.
Dengan adanya polemik ini, LMP menegaskan bahwa mereka akan terus memperjuangkan kejelasan hukum terkait status lahan tersebut. Mereka menuntut transparansi dari pihak berwenang agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam pengambilan keputusan.
“Kami ingin aturan ditegakkan dengan adil dan transparan. Jangan sampai ada kepentingan tertentu yang bermain di balik semua ini,” tegas Suherman.
Kasus ini pun kini menjadi sorotan publik. Apakah ada unsur kesengajaan dalam tindakan Satpol PP? Apakah benar ada intervensi pihak lain dalam upaya pengosongan lahan? Semua pihak kini menunggu kejelasan dari instansi terkait mengenai permasalahan ini. (Edh)