Jakarta | portaldesa.co.id – Gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terkait penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi mantan Pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar, ditanggapi oleh KPK dan Dewan Pengawas. Baik KPK maupun Dewas KPK menolak dalil MAKI dalam gugatan tersebut.
“Termohon pertama berkesimpulan bahwa semua dalil yang digunakan oleh pemohon untuk mengajukan permohonan praperadilan ini adalah tidak benar dan keliru, oleh karena itu, termohon pertama meminta kepada Hakim Praperadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memberhentikan perkara praperadilan ini”, ujar Koordinator Biro Hukum KPK , Iskandar Marwanto saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 28/3/2023.
Iskandar juga menyinggung, legal standing MAKI untuk mengajukan gugatan praperadilan tersebut. Menurutnya, MAKI tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan tersebut.
“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan praperadilan a quo karena pemohon belum memperoleh tanda daftar sebagai organisasi kemasyarakatan dan tidak memiliki status hukum”, ujarnya.
Ia menyatakan, gugatan praperadilan MAKI tidak berdasarkan ketentuan undang – undang, sehingga dianggap kabur. Menurutnya, gugatan praperadilan harus ditolak.
“Dengan demikian permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon tidak beralasan menurut hukum karena pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan praperadilan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, sehingga permohonan praperadilan tersebut harus ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)”, tambahnya.
Iskandar kemudian menyatakan bahwa melakukan atau tidak melakukan penyidikan merupakan kewenangan penyidik, dan hakim tidak berwenang memerintahkan penyidik โโuntuk melakukan penyidikan. Ia mengatakan, permohonan MAKI tidak masuk dalam ruang lingkup proses praperadilan.
“Mengenai petitum pemohon yang intinya meminta hakim memerintahkan termohon pertama (KPK) untuk melakukan penyidikan, hal tersebut bukan objek praperadilan karena tidak diatur baik dalam ketentuan KUHAL maupun PERMA 4 Tahun 2016”, Iskandar.
“Melakukan atau tidak melakukan penyidikan merupakan kewenangan penyidik, dan hakim berdasarkan ketentuan undang-undang tidak berwenang memerintahkan penyidik โโuntuk menyidik โโsuatu tindak pidana tertentu. in objecto dan tidak berdasarkan hukum”, imbuhnya.
Tanggapan yang sama atas gugatan praperadilan MAKI juga diungkapkan Dewan Pengawas (Dewas KPK). Dalam persidangan, Dewas KPK juga meminta Hakim menolak gugatan praperadilan tersebut.
“Termohon kedua berkesimpulan semua dalil yang digunakan para pemohon untuk mengajukan praperadilan ini tidak benar dan keliru”, kata perwakilan Dewas KPK itu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Dalam eksepsi satu, menerima dan mengabulkan eksepsi termohon kedua (Dewas KPK) untuk seluruhnya. Dua, menyatakan pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan praperadilan a quo. Tiga, menyatakan gugatan praperadilan sebagai samar-samar (obscuur libel). Empat, menyatakan bahwa permohonan praperadilan tidak termasuk dalam lingkup proses praperadilan (error in objecto)”, imbuhnya.(Nawi)