Jakarta | portaldesa.co.id – Masa jabatan Ketua KPK Firli Bahuri dan tim akan berakhir tahun ini. Namun, hingga saat ini KPK belum mengungkap satu pun kasus besar atau kasus yang melibatkan koruptor kelas atas. Lantas, kapan KPK menangkap “Big Fish’ itu?!!
Perlu diketahui, masa kepemimpinan KPK saat ini di bawah Firli Bahuri akan berakhir tahun ini. Pimpinan KPK dipilih dan dilantik pada 20 Desember 2019.
Di awal masa jabatannya, pimpinan KPK terdiri dari Firli Bahuri sebagai Ketua dan Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango sebagai Wakil Ketua.
Dalam perjalanannya, Lili mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK karena kasus pelanggaran etik. Dia kemudian digantikan oleh Johanis Tanak.
Menurut UU KPK, masa kepemimpinan KPK adalah empat tahun. Artinya, masa jabatan Firli dan timnya akan berakhir tahun ini. Mereka akan pensiun pada 20 Desember 2023.
Memasuki tahun terakhir masa jabatannya, Firli menyatakan ingin fokus. Dia mengatakan, akan melayani sampai akhir.
“Prinsipnya, saya akan menuntaskan tugas saya sebagai Ketua KPK hingga Desember 2023 dengan penuh dedikasi. Selebihnya, saya memastikan tidak ada proses penegakan hukum yang cacat di KPK”, ucap Firli, Sabtu (7/1/2023).
KPK Belum Jerat ‘Big Fish’?
Kondisi ini pun disinggung oleh Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. Dia menyayangkan KPK saat ini masih berkutat pada kasus-kasus yang sifatnya suap dan gratifikasi. Tumpak berharap KPK seharusnya bisa menangkap ikan yang lebih besar.
“Secara umum sebetulnya kita masih on the track-lah. KPK sampai saat ini masih on the track di dalam pemberantasan korupsi, baik bidang pencegahan maupun penindakan. Hanya sayangnya kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yang besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu ‘The Big Fish’ itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK”, ucap Tumpak seperti dikutip di kanal YouTube KPK, Minggu 26/3/2023.
Hal itu disampaikan Tumpak dalam acara ‘Kenal Lebih Dekat Ketua Dewas KPK’. Tumpak mengatakan, bahwa KPK saat ini lebih sering melakukan penindakan melalui operasi tangkap tangan atau OTT.
“Harapan saya, sebetulnya kita harus beranilah mengungkapkan kasus-kasus yang besar yang menarik perhatian masyarakat, yang bisa dirasakan oleh masyarakat manfaatnya dan untuk ini ya saya nggak tahu ya mungkin apakah SDM kita yang kurang kualitasnya ya saya juga nggak tahu ya”, tanya Tumpak.
Tumpak lantas berkaca pada apa yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurutnya, Kejagung saat ini malah lebih dulu mengusut kasus-kasus besar.
“Apakah memang kita belum mampu mencari kasus-kasus yang gede-gede seperti yang dilakukan katakanlah di Kejaksaan Agung, banyak kasus-kasus besar yang diungkapkan. KPK harusnya bisa menurut saya harusnya bisa seperti apa yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung itu”, tandas Tumpak.
Terlebih, menurut Tumpak, KPK dalam pemberantasan korupsi disebut sebagai supervisor. Namun bila kondisinya seperti ini, sungguh disayangkan.
“Kalau sama aja, masa kita jadi supervisor? Kalau kita lebih rendah, lebih parah lagi, ya, kan?” kata Tumpak.(Arf)