Depok | portaldesa.co.id – Kelompok aktivis yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT) dengan tegas menyuarakan keprihatinan mereka terkait penanganan kasus pertanahan di Kampung Bojong-Bojong Malaka, Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. Mereka melakukan kunjungan ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk menyampaikan laporan/pengaduan terkait hal ini, Selasa (10/10/2023)
Ketua KRAMAT, Yoyo Effendi, menyatakan bahwa tujuan kedatangan mereka adalah untuk memberikan laporan/pengaduan terkait sikap dan kebijakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (ATR/BPN RI). Mereka meyakini bahwa kebijakan ini menghambat dan memperlambat penanganan kasus pertanahan yang muncul dalam rangka pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pembangunan Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Depok.
Yoyo Effendi menegaskan bahwa laporan/pengaduan telah diajukan secara tertulis melalui Surat KRAMAT No.102/KRAMAT/X/2023 dengan Perihal Laporan/Pengaduan Penanganan Kasus Pertanahan di Kementerian ATR/BPN RI. Menurutnya, penanganan kasus pertanahan oleh Kementerian ATR/BPN RI terkesan tidak adil terkait sengketa tanah UIII Depok.
Sengketa ini melibatkan pihak KRAMAT, sebagai ahli waris pemilik tanah di Kampung Bojong-Bojong Malaka, dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, Kementerian Agama RI, Kementerian Kominfo (sebelumnya Departemen Penerangan RI), Kampus UIII, dan Kantor Pertanahan Kota Depok.
Yoyo Effendi menjelaskan bahwa sengketa ini muncul akibat penggunaan tanah mereka untuk pelaksanaan PSN Kampus UIII, yang dianggap melanggar hukum karena belum ada pembayaran uang ganti rugi kepada mereka sebagai pemilik sah tanah tersebut.
Pihak KRAMAT mendapati bahwa Kementerian Agama RI tidak mengakui mereka sebagai satu-satunya pemilik sah tanah tersebut. Meskipun pihak Kementerian Agama RI memiliki sertifikat hak pakai hasil alih fungsi penggunaan Barang Milik Negara (BMN) dari Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, namun berdasarkan dua putusan perkara perdata, sertifikat tersebut terbukti cacat administrasi dan/atau cacat yuridis.
Yoyo Effendi juga menyampaikan kecurigaan mereka terhadap adanya modus mafia tanah terkait penerbitan sertifikat hak pakai oleh Kementerian Agama RI. Meskipun pihak KRAMAT yakin bahwa bukti hak Kementerian Agama RI cacat hukum dan harus dicabut, upaya administrasi yang mereka tempuh, seperti mengajukan Pengaduan/Laporan Kasus Pertanahan Dugaan Tindak Pidana Mafia Tanah, belum mendapatkan respons serius dari pihak Kementerian ATR/BPN RI setelah hampir satu setengah tahun.
“Lambatnya penanganan kasus ini tidak hanya berdampak pada proses PSN Pembangunan Kampus UIII, namun juga bertentangan dengan regulasi yang mengharuskan penanganan kasus pertanahan dilakukan dengan cepat dan efektif. Oleh karena itu, KRAMAT memohon kepada Komisi II DPR RI untuk segera mengundang Menteri ATR/Kepala BPN RI, Marskal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto, dan pejabat terkait lainnya guna memberikan penjelasan tentang proses penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan terkait pelaksanaan PSN Kampus UIII,” tandasnya. (Edh)