Jakarta | portaldesa.co.id – Menurut laporan internal yang dikutip oleh Reuters pada Rabu (7/6/2023), Kementerian Perhubungan dan tiga konsultan telah menolak rencana konsorsium untuk memulai operasi komersial penuh proyek dengan nilai US$ 7,3 miliar pada bulan Agustus.
Masalah baru muncul dalam proyek ini. Peserta konsorsium dari China mengharapkan sertifikat kelayakan untuk menjalankan operasi penuh, meskipun stasiun-stasiunnya belum lengkap.
Kementerian Perhubungan dan konsultan-konsultan seperti Mott Macdonald, PwC, dan Umbra mengusulkan agar operasi komersial penuh dapat dimulai pada bulan Januari 2024. Hal ini didasarkan pada laporan Progress Update yang diterbitkan pada tanggal 14 Mei.
“Laporan tersebut menyebutkan bahwa ada risiko penundaan target operasi komersial pada bulan Agustus agar semua konstruksi dapat selesai pada tanggal 31 Desember,” demikian bunyi laporan tersebut.
Sementara itu, Indonesia sedang dalam tahap negosiasi dengan China untuk memperoleh pinjaman tambahan sebesar US$ 560 juta dengan tingkat bunga 2,8%. Tingkat bunga tersebut lebih rendah daripada tawaran yang diajukan oleh China Development Bank (CDB) sebesar 3,46%. Informasi ini didasarkan pada laporan yang diterbitkan pada tanggal 18 Mei.
Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menyatakan bahwa negosiasi pinjaman sedang berlangsung dengan CDB, dengan fokus pada suku bunga.
Rencananya, kereta cepat akan mengadakan uji coba gratis dengan penumpang pada pertengahan bulan Agustus. Kemudian, perjalanan berbayar diharapkan dapat dimulai pada bulan September, sementara stasiun yang masih belum selesai diperkirakan akan selesai pada bulan November.
Hingga saat ini, PwC menolak untuk memberikan komentar. Sedangkan konsorsium yang didukung oleh China, yaitu PT KCIC, Mott MacDonald, Umbra, CDB, dan Kedutaan Besar China di Jakarta, belum memberikan tanggapan secara langsung.(Rz)