Depok | portaldesa.co.id – Kota Depok mendapat skor toleransi terendah kedua dalam laporan Indeks Kota Toleransi (IKT) 2022 oleh SETARA Institute. Namun, pihak PKS meragukan temuan tersebut.
“Kami meragukan hasil temuan ini. Fakta empiris menunjukkan kerukunan umat beragama di Depok sangat baik”, ucap Juru Bicara PKS Muhammad Kholid kepada wartawan, Jum’at (7/4/2023).
Kholid merujuk data Indeks Kota Toleransi (IKT) 2022yang menyebutkan, bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Depok cukup tinggi. Dikatakannya, hubungan antar agama di Depok terjalin dengan baik.
“Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Depok tergolong tinggi dibandingkan rata-rata KUB nasional. Indeks KUB ini resmi dirilis Kementerian Agama RI, yang mengukur tingkat toleransi, kesetaraan, dan kerjasama antar umat beragama. Kita juga bisa menyaksikan keharmonisan hubungan antar agama di Depok”, tandas Kholid.
Menurut Kholid, Pemkot Depok telah menerapkan kebijakan afirmatif bagi seluruh umat beragama.
“Pemerintah Kota Depok juga telah menerapkan kebijakan afirmatif bagi seluruh umat beragama melalui program Bimbingan Kerohanian yang mencakup mendukung kegiatan keagamaan bagi semua umat beragama secara adil”, terangnya.
Sementara itu, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai, bahwa laporan SETARA perlu diusut tuntas. Ia menyarankan agar Pemkot Depok mengundang SETARA untuk mendapatkan data lebih detail.
“Laporan SETARA perlu ditelaah secara mendalam. Alangkah baiknya Pemkot Depok mengundang SETARA untuk mendapatkan data yang lebih detail. Ini bisa menjadi peluang bagi Pemkot Depok untuk menyajikan data lain, yang mungkin belum terekam oleh SETARA. Itu juga bisa membantu untuk menjalin hubungan yang lebih baik”, tandasย Mardani.
SETARA Institute telah merilis laporan Indeks Kota Toleransi (IKT) 2022, dimana Kota Cilegon mendapatkan skor toleransi terendah, sedangkan Kota Depok menempati peringkat kedua terendah. Kota Cilegon menempati peringkat ke-94, atau terbawah dalam laporan IKT 2022. Di atas Cilegon, ada Depok yang menduduki peringkat ke-93.
Ketua Dewan Pembina SETARA Institute, Ismail Hasani memaparkan, temuannya terkait Cilegon. Dikatakannya, Kota Cilegon mendapat nilai rendah pada 3 dari 4 variabel penilaian yang ditetapkan.
“Yang pertama adalah tindakan pemerintah. Mereka sepakat dengan masyarakat yang memiliki aspirasi politik intoleran untuk melarang masyarakat membangun tempat ibadah. Jadi, dari segi variabel tindakan pemerintah sudah nol”, ujarnya kepada wartawan di Grand Sahid Jaya. , Jakarta Pusat pada Kamis (6/4/23).
Lebih lanjut Ismail mengatakan, bahwa dari sisi kebijakan, Cilegon tetap menegaskan atau berpegang pada Surat Edaran tahun 1975 yang melarang pembangunan gereja di Kota Cilegon. Namun, kenyataannya, dia menyatakan bahwa surat edaran tersebut merupakan instruksi untuk Kota Serang.
“Dengan Cilegon masih berpegang pada surat edaran ini, mereka masih percaya bahwa produk hukum yang diskriminatif ini merupakan dasar hukum yang dua variabel”, imbuhnya.
Ismail menyoroti variabel ketiga, yaitu masyarakat. Ia mencontohkan representasi komunitas intoleran yang muncul di ruang publik.(Arf)