back to top

Ramadhan Journey: Tradisi Meugang Di Aceh Harus Kembali Ke Khitahnya

portaldesa.co.id – Pada pagi hari, seorang anak sedang berbicara dengan ibunya di sebuah gubuk kecil yang terbuat dari bambu dan triplek. Anak itu bertanya apakah ibunya akan membelikan daging untuk dimasak di hari Meugang, yang merupakan hari di mana seluruh masyarakat membeli dan memasak daging sebelum masuk bulan puasa Ramadhan. Namun, ibu anak tersebut tidak memiliki uang untuk membeli daging karena kondisi ekonomi yang sulit di desanya.

Setelah berbicara dengan anaknya, sang ibu pergi ke pasar untuk mencari daging yang tidak layak dijual namun masih dapat dimasak. Setelah berkeliling pasar selama setengah hari, seorang pedagang bertanya kepadanya mengapa ia hanya berkeliling pasar. Ibu anak tersebut menceritakan situasinya, bahwa suaminya adalah korban pembantaian saat DOM di Aceh pada tahun 2004, sehingga pedagang itu memberikan daging untuk dibawa pulang oleh sang ibu agar anaknya dapat merayakan hari Meugang dengan bahagia.

Dari kisah-kisah pilu yang saya dengar dari teman-teman di Aceh, saya pun menelusuri seberapa penting melestarikan tradisi Meugang di Aceh. Dibawah penduduk yang masih banyak berada dibawah garis kemiskinan. Apalagi tradisi Meugang ini dalam satu tahun ada 3 kali, 1 hari sebelum Ramadhan, 1 hari sebelum Idul Fitri dan 1 hari sebelum Idul Adha.

Bagaimana sejarah Meugang ini ada di Aceh, darimana asal muasalnya. Sejauh mana akan pentingnya tradisi ini untuk di lestarikan.

Untuk menjawab hal itu saya menghubungi Tokoh Agama dan masyarakat yang ada di Lhokseumawe, Tgk. Mustakim Nurdin Pimpinan Ma’had Ahlul Qur’an Kota Lhokseumawe.

Menurutnya tradisi Meugang ini bukan dibuat oleh masyarakat Aceh oleh satu atau dua orang. Namun tradisi ini ada sejak zaman kerajaan Aceh dahulu yang tiap daerah melakukan penyembelihan Sapi, Kerbau, Kambing dan binatang ternak lainnya untuk dibagikan kepada seluruh masyarakat Aceh kala itu di tiap daerah. Sebagai bentuk mensyukuri atas kemakmuran Aceh yang diberikan oleh Allah Subhana wa ta’ala. Atas rasa syukur itulah hadirnya tradisi Meugang sampai saat ini.

Namun saat ini, tradisi Meugang sudah jauh berbeda, saat ini justru masyarakat Aceh berlomba-lomba untuk membeli daging Meugang dan bahkan ada yang sangat miris, ada harus menahan malu untuk minta-minta agar anaknya bisa makan daging Meugang.

Karena itu Tgk. Mustakim mengajak masyarakat agar tradisi Meugang di kembali ke Khitahnya sebagaimana masa kerajaan dahulu. Maka politisi, pengusaha dan orang menengah keatas agar lebih peka terhadap hal ini. Mari kita lestarikan tradisi Meugang ini sebagai bentuk mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita semua.

Sebagaimana masa kerajaan dahulu yang membagikan secara cuma-cuma tanpa menjualnya. Sehingga tradisi Meugang ini sesuai dengan Khitahnya atau sesuai dasarnya, bermanfaat bagi masyarakat Aceh dan tradisi Meugang tentunya akan lebih bermakna.

Hal yang sama juga diungkapkan pengamat kebijakan publik dan juru bicara Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh (JARA), Rizky Maulizar. Menurutnya tradisi Meugang ini pertama kali nya ada pada masa kerajaan Aceh Darussalam, tepatnya pada masa Sultan Iskandar Muda. Dimana pada masa itu, kerajaan Aceh memang sangat makmur dan sejahtera.

Untuk meyakinkan pendapat mereka tentang sejarah Tradisi Meugang ini, saya melakukan penelusuran dari sumber-sumber terbuka dan beberapa hasil penelitian, hasilnya sama seperti yang diungkapkan dua narasumber diatas.

Kemudian saya menghubungi narasumber berikutnya, Muhammad Nadir aktivis dakwah dan CEO Hoka Travel Indonesia yang pernah dikirim oleh Dewan Da’wah Pusat untuk berdakwah di Pulau Banyak, namun selama beliau disana tidak ada tradisi Meugang disana. Padahal Pulau Banyak adalah masuk kedalam pemerintahan Aceh.

Pulau Banyak, yang terletak di Aceh Singkil ini, menyimpan banyak keindahan alam dan menjadi tempat destinasi wisata Nasional. Namun susah bahan pokok seperti beras dan daging disana, mengingat kondisi alam memang tidak memungkinkan. Hasil alam satu-satunya adalah dari laut. Tidak ada padi atau beras disana, kalau ada pun yang didagangkan harganya sangat mahal. Belum tentu ada beras yang masuk seminggu sekali. Tergantung pada kondisi laut disana.

Bagaimana dengan Aceh bagian Tengah. Saya menghubungi Mahdi melalui pesan WhatsApp penduduk asli Takengon. Namun hingga tulisan dimuat belum ada balasan darinya.

Sementara itu Kolektor Manuskrip Aceh Tarmizi A Hamid menjelaskan Meugang merupakan tradisi di Aceh yang sudah dilaksanakan sejak abad ke-17 dan termasuk dalam Undang-undang Aceh “Qanun Meukuta Alam”. Tujuannya untuk memupuk rasa kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama di kalangan masyarakat Aceh itu sendiri.

Karena itu pada hari Meugang itu restoran, toko-toko, kantor-kantor tutup semua dan para perantau pun pulang ke kampung halaman untuk berkumpul dengan keluarga dan dapat bersantap daging Meugang bersama keluarga.

Karena itu kalau dari tujuan dasar, dari sejarah dan makna Meugang itu sendiri harus dilestarikan tradisi ini. Namun rasa kepedulian dan empati serta lupa dengan sesama apalah gunanya sebuah tradisi. Karena itu Tradisi Meugang ini harus kembali ke Khitahnya, sebagaimana masa Sultan Iskandar Muda.

Penulis : Rizky Maulizar

Popular

spot_img

More from author

Bikin Jabar Makin Istimewa, Dedi Mulyadi Lakukan Rotasi dan Mutasi Besar-Besaran

Bandung | portaldesa.co.id - Lakukan rotasi dan mutasi besar-besaran di lingkungan Pemerintah Provinsi, Dedi Mulyadi Gubernur Jawa Barat rubah sejumlah Kepala Dinas, Kepala Badan,...

Ucapkan Selamat Mudik, Lurah Elin Imbau Warganya Untuk Tetap Menjaga Kondusifitas Lingkungan

Depok | portaldesa.co.id - Herliana Maharani (Elin) Lurah Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok imbau warganya yang akan akan melaksanakan mudik saat...

Bupati Pemalang Paparkan Misi 100 Hari: Wujudkan Kota Resik, Hijau, dan Apik dalam Silaturahmi Ramadan

PEMALANG | portaldesa.co.id โ€“ Dalam suasana penuh keberkahan bulan Ramadan, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kabupaten Pemalang menggelar silaturahmi Ramadan di Masjid Al Mubarok,...

Ramadan Penuh Berkah, C.A.A.I.P Depok Kukuhkan Captain Dedy Susanto Sebagai Ketua Baru

Depok | portaldesa.co.id โ€“ Momentum Ramadan dimanfaatkan Corps Alumni Akademi Ilmu Pelayaran (C.A.A.I.P) Depok untuk mempererat jalinan silaturahmi dan memperkuat solidaritas antaranggota. Dalam suasana...