Jakarta | portaldesa.co.id – Terungkap bahwa praktik suap-menyuap terjadi secara bebas di area Mahkamah Agung (MA). Selain di ruangan hakim agung dan tangga darurat, praktik tersebut juga dilakukan di area masjid MA. Situasi ini sangat mengenaskan.
Muhajir Habibie, seorang PNS MA, mengungkapkan hal ini. Saat itu, Muhajir Habibie terlibat dalam kasus suap terkait pailit RS Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar. Muhajir Habibie bertindak sebagai ‘kurir’ suap dari pihak yayasan ke majelis melalui staf Takdir Rahmadi, yaitu Edy Wibowo. Edy meminta sejumlah uang sebesar Rp 500 juta.
Putusan kasasi kemudian disetujui oleh ketua majelis hakim agung, Takdir Rahmadi. Setelah itu, uang sebesar Rp 500 juta tersebut dibagi-bagikan.
“Mengenai hasil sidang, Albasri (seorang staf MA) menyampaikan bahwa putusan sesuai dengan harapan. Setelah tanggal 14, saya bertemu dengan Albasri dan dia menyerahkan uang sebesar Rp 10 juta kepada saya. Menurut dia, dia mendapatkan uang sebesar Rp 25 juta. Uangnya diserahkan di mobil, di parkiran depan masjid Mahkamah Agung,” ungkap Muhajir Habibie pada Jumat (16/6/2023).
Sebelumnya, KPK juga mengungkapkan bahwa uang suap juga dibagi-bagikan oleh asisten hakim agung Takdir Rahmadi, Edy Wibowo, di ruangannya.
“Pada tanggal 15 September 2022, di ruang kerja Terdakwa lantai 10 kantor Mahkamah Agung RI, Terdakwa menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Albasri. Selanjutnya, Terdakwa memberikan uang sebesar Rp 25 juta kepada Albasri. Kemudian, Albasri memberikan uang sebesar Rp 10 juta kepada Muhajir Habibie dari uang yang diterima Albasri sehingga Terdakwa menerima uang sebesar Rp 475 juta,” jelas jaksa KPK.
Kejadian ini menunjukkan bahwa praktik suap-menyuap telah merasuk ke dalam lingkungan Mahkamah Agung, yang seharusnya menjadi tempat penegakan keadilan. Praktik ini menghancurkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan, dan langkah-langkah tegas harus diambil untuk memberantas korupsi di institusi tersebut.(Rz)